JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Kemendesa PDTT) terus memacu pembangunan nasional dalam konsep
Desa Membangun. Konsep ini menjadi kata kunci karena pembangunan harus
melibatkan dan dirasakan seluruh masyarakat Indonesia, utamanya masyarakat di
kampung-kampung.
“Masa depan Indonesia ada di desa. Ini bisa dilihat secara nyata karena
desa memegang prospek besar bagi perwujudan kedaulatan nasional di masa depan.
Desa menjadi kunci menuju Indonesia yang berdaulat di bidang pangan dan
energi,” ujar ujar Menteri Desa PDTT Marwan Jafar dalam Seminar Nasional UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, (21/10).
Marwan menambahkan, menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan
dan energi bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena desa merupakan penyedia
utama sumber-sumber pokok pangan nasional. Potensi pengembangan pertanian
di desa jauh lebih besar dibandingkan wilyah perkotaan. Lahan pertanian dan
Sumber Daya Manusia mayoritas berada di desa.
“Komoditas pertanian yang dihasilkan oleh desa merupakan sumber bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan dan energi baru ramah lingkungan. Misalnya pengembangan saripati singkong menjadi ethanol, minyak kelapa sawit sebagai bahan baku bio fuel, dan lain-lain,” jelasnya.
Dengan memahami besarnya potensi desa ini, lanjut Marwan, akan terlihat
secara jelas bahwa Desa memegang peran penting bagi kemajuan bangsa Indonesia,
khususnya di bidang pangan dan energi. Namun, dia mengakui bahwa hingga saat
ini desa masih menghadapi banyak permasalahan yang mengancam perkembangan
pertanian, diantaranya ketersediaan lahan sawah, lahan kering, dan lahan
pertanian relatif tetap dan bahkan berkurang karena ada konversi lahan
terbangun untuk permukiman perkotaan. Dalam rentang 2003-2012, perkembangan
lahan pertanian sekitar 25 juta hektar.
Masalah lainnya adalah terkait tingkat pertumbuhan penduduk yang timpang
antara kota dan desa. Pertumbuhan penduduk perkotaan mencapai 2,18% per tahun
lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1%
per tahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64%.
Data ini menunjukkan bahwa angka urbanisasi penduduk desa ke kota cenderung
meningkat. Angka urbanisasi yang tinggi tentu semakin mengurangi angka angkatan
kerja di desa dan berkurangnya angkatan kerja di desa tentu semakin mengurangi
angka produktivitas hasil pertanian, mengingat 83 % penduduk desa bekerja
sebagai petani.
“Selain itu, desa juga mengalami keterbatasan dalam penyediaan sarana
prasarana produksi, teknologi pertanian, dan keterampilan petani di desa,”
tandas Marwan.
Melihat peluang dan tantangan ini, Marwan mengingatkan bahwa pemerintah
Jokowi-JK sudah menetapkan paradigma pembangunan desa, yakni dari Membangun
Desa menjadi Desa Membangun. Ini merupakan cara pandang pembangunan yang
menempatkan desa dan masyarakat desa sebagai titik sentral pembangunan.
Misalnya jika dusun/kampung maju, maka secara otomatis desa/daerah itu juga
akan maju. Kemudian jika daerah maju maka berpengaruh terhadap kemajuan
provinsi. Begitupun jika provinsi pembangunanya maju, maka praktis Indonesia
menjadi negara maju.
Setidaknya ada tiga tantangan berat dalam menjalankan konsep Desa Membangun
Indonesia. Yakni desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk, tingginya
urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa, dan masih
tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa.
Pada tahun 2010, 52,03% penduduk tinggal di perkotaan dan 48 % penduduk
tinggal di perdesaan. Jika kecenderungan ini terus terjadi, diprediksi dalam 5
dekade (1970-2020) penduduk perkotaan bertambah enam kali lipat dan sebaliknya
penduduk perdesaan berkurang tiga kali lipat. Peningkatan jumlah penduduk di
perkotaan menunjukkan bahwa kota masih menjadi wilayah yang sangat menarik bagi
sebagian besar penduduk di Indonesia.
“Kondisi desa yang masih memiliki keterbatasan dalam menyediakan lapangan
kerja dan keterbatasan sarana dan prasarana menjadikan masyarakat desa
berbondong-bondong menuju ke kota,” lanjutnya.
Tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di
desa. Tingkat Pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18 % per tahun lebih
tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 % per
tahun. Sedangkan Pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64 % per
tahun. Hal ini menunjukan bahwa kecenderungan masyarakat ingin bekerja
diperkotaan dibandingkan diperdesaan karena lapangan kerja di perdesaan
terbatas.
Adapun masalah tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa bisa ditelisik
dengan data bahwa jumlah keluarga petani miskin secara nasional sebanyak
3.770.740 KK, yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah
680.942 keluarga. Sedangkan untuk keluarga miskin yang pailing sedikit adalah
di Provinsi Papua Barat sebanyak 4.467 Keluarga.